Inside Trowulan

   Entah untuk berapa kali saya mengunjungi tempat ini, Trowulan. Yang dulunya merupakan bekas ibukota kerajaan besar Majapahit, kota modern pada zamannya, kota dengan arsitektur irigasi air yang canggih. Seperti candu, tidak puas hanya sekali atau dua kali untuk mengunjungi tempat ini. Deretan candi-candi yang berdiri megah mempesona, museum yang menyimpan harta karu majapahit, suasana desa yang asri, alami dan lugu. Ah, what could be more better than peacefully feeling ?
   Perjalanan kali ini saya ditemani oleh sahabat saya, Agung, dan mungkin ini adalah pengalaman pertama kalinya dia mengunjungi situs Trowulan. Kami datang memang kesorean, belum lagi suasana Mojokerto yang sedang mendung syahdu. tetapi ini tidak menyurutkan niat kami menikmati pesona Trowulan sore ini.


   Situs yang pertama kami datangi adalah, Gapura Wringin Lawang. Saat itu, memang sedang sepi. Tidak ada pengunjung yang datang selain kami. Kesan pertama (atau kesan untuk kesekian kalinya ?), kenapa situs ini tidak ada penjual makanan atau souvenir khas dan unik lainnya. Padahal menurut saya lumayan lho, untuk peningkatan ekonomi masyarakat sekitar. Tetapi yang kasihan lagi ya petugas penjaga situs ini yang lumayan sepuh atau berumur, kenapa tidak menggunakan potensi muda (yang mengerti tentang sejarah majapahit dan punya passion tentunya). Paling tidak ada regenerasi dan kepedulian dari kaum muda untuk menjaga-melestarikan peninggalan leluhurnya.


   Setelah puas dengan Gapura Wringin Lawang, kami berpindah spot ke Candi Bajang Ratu. Dalam perjalanan kami juga melihat Telaga Segaran, cukup ramai, karena banyak warga sekitar yang memancing. Sampai di Candi Bajang Ratu hari semakin beranjak temaram, cukup singkat, kami hanya mengambil beberapa foto dan melihat sekitar (dan candi tentunya). Yang bikin heran, ketika saya melihat ada beberapa muda mudi yang nongkrong. What hell, ini kan candi bukan tempat duduk-duduk atau mojok pacaran. Salah satu contoh gambaran kaum muda yang lupa tempat dan lupa sejarah. ckck


   Spot terakhir perjalanan kali ini adalah Candi Tikus (kalau tidak salah ada beberapa yang menyebutnya sebagai Candi Temon). Sebuah tempat pertirtaan/pemandian raja, ratu dan juga bangsawan Majapahit pada zamannya. Waktu beranjak maghrib ketika kami tiba disana. Sambil duduk-duduk, menikmati pesona candi dan juga langit yang menuju senja. Yep, I think this feeling like heaven of world. Perasaan damai, yang mungkin tidak saya dapatkan ketika plesir atau pergi ke tempat ramai dan modern seperti kebanyakan. Perjalanan yang murah, tetapi cukup berkesan, karena apa yang dinamakan kearifan lokal, alam dan juga kesahajaan telah memberi kami kepuasan batin. Hmm, mungkin besok tidak ada salahnya untuk kembali mencari tujuan wisata seperti ini lagi. Semoga ..

No comments:

Post a Comment