“ Selamat datang di
era kemunduran,
dimana pikiran
tertutup jadi andalan,
mendekatkan kepada
kebodohan yang di pertahankan,
selamat tinggal era
kemajuan”
Mungkin
kata-kata dari lirik lagu seringai-mengadili
persepsi cocok untuk gambaran yang terjadi di tempat belajar saya sekarang.
Minggu ini di selenggarakannya ujian tenggah semester atau lebih kerennya kita
pakai bahasa mid test. Sedikit gambaran, adalah ujian untuk mengukur sampai
dimana dan bagaimana kita sebagai ‘orang
yang belajar’ memahami ilmu yang kita terima selama setengah semester ini.
Seharusnya yang ada adalah suasana ujian yang hening dan semua terkonsen pada
lembaran-lembaran kertas berisi soal dan jawaban yang ada di hadapan kita. Itu
gambaran yang ada dibenak saya (pengalaman selama 12 tahun bersekolah). Penuh
gairah, antusias dan obsesi untuk menjadi yang terbaik. Semua disiapkan,
intesitas belajar pun bertambah, semua untuk mid test (namanya orang yang
terobsesi ya gini ini).
Tapi fakta
lapangan 180◦ terbalik. Bayangan mid test yang menggairahkan, langsung lenyap,
buyar begitu saja. Shock, kecewa dan terheran-heran. Suasana kelas yg ramai,
disana-sini semua mencontek massal, open book. OooH god, what the hell it is ??
apa ini mid test buat anak ‘mahasiswa’
??? Kok prakteknya lebih mirip mid test buat anak-anak SLB ??? Padahal mereka semua itu mahasiswa, para calon
pemimpin bangsa, kader perubahan. Tapi kalau pada praktiknya seperti ini, apa
masih layak embel-embel mahasiswa tersemat ?? Hanya karena menuhankan nilai
test yang bagus mereka meninggalkan apa yang dinamakan dengan proses, budaya
copy paste, dan mereka gadaikan kejujuran.
Inilah budaya
akut yang banyak ditemui di dunia pendidikan Indonesia. Mungkin mid test adalah
lingkup kecilnya, yang lebih luas pun (lebih sedikitnya) menggila. Ujian akhir
semester maupun ujian Negara pun banyak dijumpai contek-mencontek dan
kecurangan. Mungkin ada yang jujur, tapi itu hanya segelintir (dan kebanyakan
mereka di cemooh, di musuhi dan yang aparah ada yang memilih mengikuti arus). Kenapa
harus yang instan kalau dengan berproses kita bisa lebih baik (walau butuh
waktu) ? Kenapa keyakinan akan kemampuan kita tidak tertanam di hati kita ?
Apalah guna benak yang diberikan oleh tuhan kalau tida dimaksimalkan ? Harusnya
kita malu dengan diri kita, percuma kita memiliki nilai bagus tapi pemahaman
konsep dan untuk aplikasinya di kehidupan kita nol. Percuma juga kita mengekor,
kalau itu tidak sesuai dan malah kitanya yang jadi jauh tertinggal. Apakah akan
seperti ini budaya bangsa kita ? Mau seperti apa kita sebagai kader-kader
bangsa ke depannya ? Saatnya sekarang merubah dan berubah, mungkin pada
praktiknya susah. Tapi semua ini harus (sedikit demi sedikit) diluruskan, kita
hapuskan budaya benalu ini, tanamkan
rasa malu untuk copy cat orang lain, Yakin pada kemampuan diri (benak kita ),
gali dan kembangkan potensi kita, dan jadilah menjadi mahasiswa kader perubahan
yang penuh inovasi. Ayo orang-orang
belajar Indonesia, kita songsong era kemajuan !!
“ Era baru, milik
kalian, hapus norma usang
Tampak beda, tak
meyakinkan ? hanya sisi luar
Buka pikiran, luaskan
sudut pandang, saatnya unjuk taring ! “
* Based from what I see
around ..
buat mading kampus bagus ini bor
ReplyDeletepengen, tpi takut di sambit sendal. hwehehe
ReplyDelete